Kamis, 21 Mei 2015


Bismillah,

Kembali saya tulis tentang poomsae, bukan karena saya paling tahu tapi karena memang saya tahunya hanya ini saja. Hahaha. Dan kali ini kembali saya menulis berdasarkan pertanyaan atau pun pernyataan yang ditujukan pada saya.

Tak dipungkiri, sejak sudah resmi dipertandingkan dalam berbagai kejuaraan di berbagai tingkat, poomsae seakan menjadi magnet baru bagi banyak praktisi taekwondo di dunia. Poomsae bagaikan gadis manis yang layak untuk diperebutkan oleh banyak lelaki.

Tapi di satu sisi, karena kehadirannya yang relatif masih baru, tidak seperti nomer Kata atau jurus dalam Karate, maka tanggapan dan apresiasi yang diberikan oleh banyak praktisi taekwondo pun berbeda-berbeda. Tapi kita di sini tidak akan membahas tanggapan tentan kehadiran poomsae sebagai nomer baru dalam pertandingan. 

Beberapa pelatih ada yang bertanya pada saya bagaimana caranya supaya melatih poomsae tidak membosankan. Terkadang hanya senyuman yang saya berikan, karena selama saya melatih dan fokus di poomsaae sepertinya selalu ada hal baru tentang ini.

Kebosanan hadir karena pola rutinitas yang selalu diulang-ulang. Kebosanan juga bisa hadir karena kurangnya kreatifitas yang dimiliki pelatih dalam membangun pola latihan. Seperti tulisan pertama saya pagi hari kemarin tentang tips melatih poomsae. Jika ingin sedikit lebih rinci, justru teknik yang mesti diajarkan pada atlet poomsae lebih banyak dan lebih rumit dibanding atlet kyorukgi.

Bayangkan, untuk teknik dasarnya saja seorang atlet poomsae harus menguasai 5 teknik dasar dalam taekwondo yaitu Seogi (kuda-kuda), Makki (tangkisan), Chagi (tendangan), Chigi (sabetan), Chireugi (sabetan). Lalu jika dijabarkan ada berapa seogi yang harus dikuasai, ada berapa chagi yang harus dipelajari, ada berapa tenik makki yang harus difahami, maka akan hadir puluhan mungkin ratusan teknik dari mulai Taegeuk 1 sampai Il Yeo yang harus dikuasai atlet maupun pelatih poomsae?

Itu baru tekniknya saja, belum menyangkut bagaima performa seorang atlet dalam melakukan teknik tersebut. Misal, dalam momtomg jireugi (pukulan ke arah badan) ada berapa gaya yang bekerja dalam pukulan tersebut, lalu bagaimana perputaran kepalan tangan hingga mencapai targetnya, kemudian darimana awal datangnya pukulan ke arah badan? Dan lain sebagainya.

Jika untuk satu teknik saja butuh banyak jawaban dan butuh kedalaman pemahaman, bagaimana dengan puluhan teknik lainnya yang belum dikuasai? Ingat, poomsae bukan soal hafal, karena semua taekwondoin hafal poomsae. Tapi poomsae adalah tentang bagaimana kita menyajikan seni di depan wasit hingga dilihat menjadi gerakan yang paling enak dilihat.

Semua pasti kenal dengan sayur asem. Semua tahu bahan-banhan pembuatannya. Tapi jika bahan-bahan yang sama diberikan kepada orang yang berbeda pasti hasil rasanya pun berbeda sesuai selera dan kemampuan memasaknya. Itulah poomsae.! Jadi, kebosanan hanya hadir karena kurangnya kreatifitas. Kebosanan akan hadir jika atletnya tidak latihan bersama hatinya. Kebosanan bisa hadir jika tidak baik komunikasi antar elemen yang tersangkut di dalamnya.

Jadi sebenarnya bukan poomsaenya yang membosankan, tetapi ilmunya yang terbatas dan kekurangan. Itulah mengapa, banyak pelatih yang agak malas melatih poomsae, karena harus kembali melatih kuda-kudanya, harus kembali melatih pukulan dasarnya, dan sebagainya seperti layaknya penyandang sabuk putih yang baru masuk latihan.

Sekali lagi ingat ini, JANGAN LATIHAN POOMSAE KETIKA INGIN MENDALAMI POOMSAE. Tapi latihlah jireugi, chagi, chigi, makki dan seogi. Lalu latihlah hal-hal yang berkaitan erat dengan performamu melakukan semua teknik di atas, agar "sayur asemnya" menjadi sayur asem paling enak bagi wasit.

Terimakasih
(Jangan tanyakan saya bagaiman membuat sayur asem, saya hanya bisa makan, bukan masak)

1 komentar:

  1. Terima Kasih... :)

    SUKSES buat Sabeum Ade & DEMOS (Y)

    BalasHapus